Life begin at forty


 
Life begin at forty adalah ungkapan orang Eropa. Mereka berpendapat bahwa hidup yang sebenarnya dimulai ketika seseorang menginjak usia 40 tahun. Perhitungannya kurang lebih demikian: usia 0-6 tahun seseorang masih diurusi orang tua; usia 6-25 tahun dipakai untuk study; usia 25-27 masa mencari pekerjaan; usia 27-30 masa membangun keluarga; pada usia 40 inilah, seseorang dianggap telah mencapai puncak karir dalam pekerjaan, memiliki kemapanan ekonomi, dan telah memilki keluarga yang sejahtera. Inilah filosofi hidup orang Eropa; life begin at forty.

Bagaimana dengan kita orang Indonesia, khusunya orang Timur? Pada usia berapakah kehidupan sesungguhnya telah kita mulai? Apakah pada saat kita dilahirkan, mulai bersekolah, mendapat pekerjaan, memiliki keluarga yang baik, atau mencapai puncak karir yang baik? Setiap orang pastilah memiliki prinsip yang berbeda dalam memaknai hidup yang sesungguhnya. Namun, kapan sebenarnya hidup itu dimulai, dan kapan hidup itu dimaknai? Hidup yang sebenarnya dimulai adalah ketika kita hidup dan memberi makna kepada orang lain; hidup yang berarti bagi orang lain.

Pengalaman saya ketika melakukan tugas Praktek Kerja Lapangan (PKL) dari sekolah di sebuah dusun kecil sebagai seorang mahasiswa, Ada sebuah kalimat yang begitu berkesan bagi saya. Kalimat tersebut diucapkan oleh seorang penatua gereja sebagai petuah bagi saya, yang bunyinya demikian: “ belajar tanpa diamalkan bagaikan pohon yang berbunga tanpa menghasilkan buah”. Entah dari mana penatua itu mengutip kalimat ini, yang pasti sangat berkesan bagi saya sehingga masih saya pegang hingga kini.

Dari kalimat singkat yang penuh makna itu, penatua itu mau menyampaikan kepada saya sebagai seorang pelajar bahwa jika menjadi seorang pelajar harus menjadi berarti bagi orang lain, bukan sebaliknya menyusahkan orang lain. Seorang yang belajar harus memberi buah bukan saja bunga dari proses belajar. Selebat-lebatnya bunga dari pohon mangga tidak akan berarti jika tidak akan menghasilkan buah yang baik. Demikian juga kehidupan kita, dituntut buah yang baik oleh Sang Pemilik kehidupan. Jika tidak berbuah pasti akan dibinasakan, sebagaimana Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah.

Jadi kapan kehidupan sesungguhnya dimulai? Tidak pasti! Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda. Kita tidak tahu jelas kapan kita berarti bagi orang lain. Namun, jika kehidupan kita sekarang pun belum berarti bagi orang lain, baik itu dalam pekerjaan, pendidikan, keluarga, hubungan sosial dan sebagainya, itu berarti kita belum memulai kehidupan kita. Sebagaimana yang diungkapkan Socrates: “Hidup yang tidak bermakna tidak layak dihidupi”.

Saya menutup tulisan ini dengan sebuah kalimat indah yang diucapkan oleh Rasul Paulus dalam surat Filipi 1:22a : “ Tetapi jika aku harus hidup di dunia, itu berarti bagiku bekerja memberi buah”. Selamat memulai hidup dan selamat berbuah bagi Tuhan dan sesama !



Komentar

Postingan Populer