Persekutuan Belajar-Mengajar


Gereja pada hakikatnya adalah komunitas yang belajar dan mengajar. Gereja yang belajar dan mengajar adalah gereja yang terus menceritakan tentang kasih dan perbuatan Allah yang ajaib melalui sejarah kehidupan manusia di dalam konteks pergumulannya masing-masing melalui wadah-wadah yang  disiapkan. Salah satu di antaranya melalui proses katekisasi.

Gereja sering juga dianalogikan sebagai Israel yang baru, dimana gereja terdiri dari orang-orang pilihan Tuhan atas kasih karunia-Nya. Banyak hal yang diadopsi oleh gereja dari bangsa Israel. Diantaranya  ialah tugas untuk belajar dan mengajar. Dalam sejarah, kita melihat bahwa Allah sendirilah yang memprakarsai untuk memilih bangsa Israel dari berbagai bangsa yang ada di muka bumi ini sebagai milik kepunyaan-Nya atau yang disebut dengan istilah Kahal Yahweh.[1]

Pemilihan bangsa Israel melalui Abraham secara istimewa bukan berarti Allah menempatkan bangsa Israel di atas bangsa-bangsa lain untuk menguasainya. Namun sebaliknya pemilihan tersebut agar semua bangsa di bumi mendapat berkat melalui bangsa Israel.[2]

Dalam pentas sejarah, bangsa Israel seringkali gagal dalam menjalankan tugas sebagai Kahal Yahweh, yakni hidup seturut kehendak-Nya dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain. Meski demikian, Allah tidak pernah gagal dalam menjalankan tugas-Nya sebagai Allah Israel, yakni Allah yang menjaga, Allah yang melindungi, dan Allah yang memberkati.

Dalam keterbatasannya, bangsa Israel mencoba untuk merenung dan  memberikan makna pada sejarah (make sense of history) tentang kasih karunia Allah yang begitu besar walaupun mereka sering berlaku tidak setia. Dengan menghayati kasih Allah yang begitu besar,  dan yang tidak pernah meninggalkan mereka maka perbuatan dan kasih  Allah yang besar itu diceritakan dan diajarkan secara turun-temurun. 

Tugas untuk belajar dan mengajar bangsa Israel tentang kasih Allah ini nyata di dalam pengakuan iman Israel, atau yang disebut syema. Syema tersebut terdapat di dalam kitab Ulangan 6:4-9. Dalam syema tersebut, nyata jelas bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang terus belajar dan mengajar tentang Allah. Proses belajar dan mengajar bukan hanya terfokus pada generasi saat itu, tapi juga diperhatikan untuk generasi-generasi selanjutnya.

Jika gereja dianalogikan sebagai umat Israel yang baru seperti yang dikatakan di atas, maka gereja pada saat inipun harus melukukan suatu kewajiban belajar dan mengajar tentang kasih Tuhan kepada seluruh umat. Semangat dan keseriusan dari bangsa Israel dalam hal mendidik umat tentang perbuatan dan kasih Allah harus juga ditiru gereja saat ini. Hal ini jelas telah diterapkan oleh gereja-gereja saat ini. Gereja-gereja tidak hanya mengajar umat melalui penyampaian khotbah, atau nyanyian, tetapi melalui wadah-wadah khusus. Wadah-wadah tersebut misalnya, sekolah minggu, Pemahaman Alkitab, dan juga katekisasi.

Wadah yang paling dikenal untuk belajar tentang kasih Tuhan dan juga gereja adalah melalui katekisasi. Walaupun di sekolah minggu juga sudah diajarkan tentang kasih dan perbuatan Tuhan namun itu perlu dilanjutkan secara lebih mendalam di kelas-kelas katekisasi.

Katekisasi pada umunnya dipahami sebagai pelayanan kepada muda-mudi dewasa sebagai persiapan untuk sidi dan dengan itu diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri dalam hubungan dengan pengakuan percayanya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Faktanya sekarang katekisasi bukan hanya diikuti oleh muda-mudi, tetapi juga orang yang sudah tua. Keterlibatan orang yang sudah tua dalam mengikuti katekisasi didasari oleh berbagai alasan. Ada yang memang belum mengikuti katekisasi sejak usia muda, ada yang karena faktor pendidikan yang rendah, faktor bahasa dan lain sebagainya.

GEREJA YANG BELAJAR DAN MENGAJAR
Pengertian Gereja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, Gereja diartikan sebagai tempat ibadah umat Kristen, gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen, dan juga badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercyaan, ajaran, dan tata cara.

Secara umum, gereja dapat diartikan demikian, namun gereja memiliki arti yang lebih mendalam dari hanya sekedar gedung atau organisasi semata. Untuk itu, ada baiknya kalau pengertian gereja kita lihat secara etimologis.

Menurut Hadiwijono (2010:362) kata Gereja berasal dari bahasa Portugis, yang jika mengingat akan cara pemakaiannya sekarang ini, adalah terjemahan dari kata Yunani kyriake, yang berarti menjadi milik Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan “milik Tuhan” adalah : orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Jadi yang dimaksud dengan “Gereja adalah persekutuan para orang beriman. 

Kata kyriake sebagai sebutan bagi persekutuan para orang yang menjadi milik Tuhan, belum terdapat di zaman Perjanjian Baru. Istilah ini baru dipakai pada zaman parah rasul, yaitu sebagai sebutan Gereja sebagai suatu lembaga dengan segala peraturannya. Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyebutkan persekutuan  para orang beriman adalah ekklesia, yang berarti rapat atau perkukumpulan yang terdiri dari orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul. Mereka berkumpul karena dipanggil atau dikumpulkan. Umat Allah yang utuh inilah yang disebut ekklesia, yang biasanya diterjemahkan dengan jemaat.

Dalam zaman Perjanjian Lama pun umat Allah telah ada yang biasanya disebut  dengan Kahal Yahweh, yang di dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan ekklesia. Di dalam Perjanjian Lama senantiasa ditekankan bahwa Tuhan Allah sendirilah yang memanggil Israel untuk menjadi jemaahNya ( Yesaya 41:9; 42:6; 43:1; dsb ).

Niftrik dan Bolland (1999:359) melihat pengertian gereja dari kata  Yunani ekklesia. Di dunia Yunani kata ”ek-klesia” ( dari kata kerja “kaleo”) mula-mula berarti  : mereka yang “ dipanggil (ke luar)”, yaitu orang-orang merdeka (= bukan-budak, bukan-pelayan) yang oleh seorang bentara dipanggil berhimpun untuk menghadiri rapat rakyat. “Gereja” terdapat dimana ada yang dipanggil,berhimpun, yaitu oleh Allah. Gereja bukanlah suatu organisasi orang-orang yang mau mendirikan suatu perkumpulan guna suatu tujuan tertentu, melainkan orang-orang itu telah dipanggil berkumpul oleh Allah sendiri (Roma 9:24; Efesus 4:1; 2Timotius 1:9).

Sedangkan kata “Jemaat” berasal dari kata Arab “ jama’a”, artinya berkumpul atau mengumpulkan. Istilah “ek-klesia” tidak saja diterangkan dengan kata “dipanggil”, tetapi malah dengan “ dipanggil ke luar ”. sebagaimana Abraham telah dipanggil keluar dari dunia orang kafir (Kejadian 12:1), demikian pula Gereja dipanggil dari dunia bangsa-bangsa ,” keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib” (1 Petrus 2:9; Kolose 1:13). 

Dari uraian panjang secara etimologis tentang pengertian Gereja dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat dilihat bahwa Gereja pada dasarnya merupakan sasaran kasih karunia Allah semata. Dimana umat manusia yang berdosa dipanggil oleh Allah menuju terangNya yang ajaib (ekklesia). Orang-orang yang terpanggil juga  menjadi milik kepunyaan Tuhan (kyriake) dan demikian orang-orang yang menjadi milik Allah dipersekutukan oleh Allah sendiri untuk menyembahNya dan dapat menjadi terang di tengah dunia ini.

Gereja harus melihat kembali keberadaannya sekarang dengan tugas-tugas yang dikerjakannya. Jika pada awalnya Gereja dipanggil dan kemudian semua orang yang terpanggil dijadikan milik Tuhan, maka dalam persekutuan tersebut gereja harus mau diutus untuk menjadi alat keselamatan Tuhan di muka bumi ini. Untuk menjalankan visi yang besar ini gereja harus memulainya dengan tugas misi mengajar dan belajar.

Mengajar dan Belajar Sebagai Tugas Gereja
Manusia dalam eksistensinya adalah makhluk yang belajar dan mengajar. Manusia dapat belajar melalui sesama, alam semesta, pengalaman hidupnya, dan lain sebagainnya dan dengan demikian dapat mengajarkannya juga kepada generasi-generasi penerus. Mengajar merupakan tugas dari gereja. Karena dengan mengajar, gereja juga terus menceritakan tentang perbuatan dan kasih Allah yang besar kepada sesamanya dan juga generasi-generasi penerus. Apakah yang dimaksud dengan mengajar? Beberapa ahli akan memberikan konsep mengajar melalui pemahaman mereka.

Bohar Suharto (1997) mendefinisikan, mengajar merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur (mengelolah) lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan.

Oemar Hamalik (1922) mendefinisikan mengajar sebagai proses menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa. Dalam pengertian yang lain, Davies, (1971) menjelaskan bahwa, mengajar adalah suatu aktivitas profesional yang memerlukan ketrampilan tingkat tinggi dan menyangkut pengambilan keputusan.[3] 

Hasibuan (2000) menyebutkan bahwa konsep mengajar dalam proses perkembangannya masih dianggap sebagai suatu kegiatan penyampaian atau penyerahan pengetahuan.

Singkatnya, mengajar adalah suatu proses yang dirancangkan secara sistematis yang tiap komponennya  menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Jika melihat definisi mengajar di atas, maka gereja mempunyai tugas untuk menyampaikan kebenaran tentang Allah dan diharapkan melaluinya peserta didik dan mengambil keputusannya secara benar.

Jika dalam pembahasan tentang gereja diatas, gereja dipahami sebagai  organisme atau persekutuan orang-orang percaya, maka tentu gereja juga mempunyai tugas untuk mengajarkan tentang Tuhan Allah kepada umat-Nya. Tugas tersebut nyata di dalam  Matius 28:19-20, yang sering disebut Amanat Agung. Dalam amanat tersebut ditugaskan agar gereja[4] dapat mengajarkan kepada semua orang pada waktu itu dan generasi selanjutnya tentang apa yang telah diperintahkan oleh Tuhan Yesus[5].

Memang benar di dalam kekristenan perintah yang paling utama ialah mengasihi, yakni mengasihi Allah dan juga sesama, tetapi perintah itu tidak dapat dilakukan secara baik dan benar kalau tidak diajarkan. Menurut Calvin: Allah telah mempersiapkan dua jenis jabatan gerejawi sebagai pelayan-pelayan Firman-Nya, yaitu pendeta/gembala dan guru (doktor, dalam arti aslinya seorang yang mengajar).[6]

Untuk itulah gereja harus serius dalam menjalankan amanat agung dari Sang Kepala gereja agar perintah saling mengasihi ini dapat dimengerti secara benar dan diwujudnyatakan dalam hidup sehari-hari.

Jika kita membahas tentang gereja yang mengajar, maka pertanyaan yang muncul ialah siapakah yang mengajarkan umat-Nya? Dari teks Matius 28:19-20 menunjukan secara jelas kepada kita bahwa yang diberikan tugas untuk mengajar ialah kesebelas murid. Tetapi itu bukan berarti umat hanya menjadi penerima pengajaran saja. Umat juga dapat mengajar melalui pemberian nasihat seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus “ nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan” ( 1 Tesalonika 5:11 ).

Pada hakikatnya tugas mengajar telah dilakuakan oleh Sang Guru Agung, yakni Allah sendiri yang telah mengajarkan bangsa Israel, dan melalui Yesus Kristus yang secara jelas memberikan Amanat Agung untuk mengajar.

Jika berbicara mengenai mengajar maka tidak lepas dari yang namanya belajar. Belajar adalah respon aktif terhadap si pengajar. Belajar menuntun kerelaan untuk mendengar setiap apa yang disampaikan dan memahaminya, serta bersedia melakukannya di dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu, beberapa ahli memberikan definisi  konsep belajar menurut pemahaman mereka.

Skiner (dalam Barlow,1985), mengartikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
M. Sobry Sutikno (2004) mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
C.T. Morgan (1962) merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.
Thursan Hakim (2002), mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya fikir, dan lain-lain kemampuannya.[7]

Dari beberapa definisi belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar pada haikatnya menuntut adanya perubahan pengetahuan, sikap, dan perbuatan yang terjadi dalam diri peserta didik yang belajar melalui pengalaman belajar yang diikutinya.

Pada kesimpulannya, belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dari dari keseluruhan proses pendidikan baik dalam pendidikan di sekolah maupun di dalam gereja. Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa.

Sejalan dengan itu, Abineno mengemukakan pendapatnya demikian:[8] Gereja sebagai “persekutuan mengajar”. Gereja bukan saja terpanggil untuk memberitakan Firman, melayani sakramen Baptisan dan Perjamuan,, menggembalakan anggota-anggota jemaat, menolong mereka yang hidup dalam kekurangan, kemiskinan, dan lain-lain, tetapi juga untuk mengajar dan membina anggota-anggotanya, khususnya mereka yang masih muda. Gereja, yang tidak mengajar dan membina anggota-anggotanya, sebenarnya bukanlah Gereja. Ia tidak menunaikan tugas yang dipercayakan Tuhan Gereja kepadanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gereja (persekutuan orang-orang percaya) harus memprakarsai diri untuk belajar dan mengajar. Jika di dalam persekutuan, umat tidak diaktifkan untuk belajar, dan pengajar di gereja pun tidak menaruh perhatian penuh terhadap panggilannya, maka berlakulah ungkapan:."Gereja berjarak hanya satu generasi jauhnya dari kepunahan." Ungkapan itu terdengar seperti klise lama, tetapi itu benar. Jika kita tidak terus mendidik orang tentang arti menjadi Kristen, maka iman akan segera mati. 

Kiranya melalui tulisan ini kita dapat berefleksi bersama untuk mewujudkan gereja yang dapat belajar dan mengajar sesuai dengan hakikatnya. Kiranya Tuhan Yesus Sang Guru Agung itu menolong kita. 



[8] Lihat Abineno, Sekitar Katekisasi Gerejawi (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012) 85 


[7]Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) 5&6


[6] Robert Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) 418


[5]Kesebelas murid disebut gereja karena mereka adalah persekutuan yang percaya kepada Kristus.
[4]Bandingkan Matius 28:20
[3]Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) 7, (perubahan diubah oleh penulis)


[2]Bandingkan Kejadian 12:2-3

[1]Bnd Harun Hadiwijono, Iman Kristen ( Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2010) 363


Komentar

Postingan Populer